NAPAS SUFISME DALAM SAJAK ”KUBAH HIJAU” KARYA JAMAL T. SURYANATA
Keywords:
kubah hijau, sufisme, sajak
Abstract
Sajak ”Kubah Hijau” adalah salah satu dari 80 sajak Jamal T Suryanata yang penulis asumsikan sebagai karya yang sarat dengan kandungan nilai-nilai sufisme sebagaimana tempat pilihan kata dan simbol-simbol yang digunakan sang penyair. Pada bait pertama, penyair secara eksplisit menyebut-nyebut “rumi” (baca: Rumi) sebagai kata pemantik yang secara koherensif dapat membawa kita pada penafsiran kontekstual terhadap larik-larik berikutnya. Pada bait kedua, penyair menyebut-nyebut kata “rabi’ah” yang juga dapat dipandang sebagai indikator kunci untuk memahami larik-larik berikutnya dalam bait ini. Pada bait ketiga, penyair lagi-lagi menyebut nama salah seorang tokoh sufi klasik yang sangat masyhur lantaran ajaran kontroversialnya yang oleh para penafsirnya biasa disebut Wahdat al-Wujud, sebuah doktrin tasawuf yang menggambarkan bersatunya seorang mistikus dengan khaliknya. Selanjutnya, pada bait keempat, penyair bahkan sekaligus menyebut beberapa nama tokoh sufi klasik yang sudah umum dikenal dalam literatur kesufian (Hafizh, Zunnun, Sa’di, dan Sana’i). Mereka adalah para pencari, musyafir cinta yang selalu merasa dahaga dalam kerinduan untuk mencapai makrifat dan keridaan Allah. Kemudian, pada bait kelima, penyair tampaknya telah sampai pada puncak pendakian spiritualnya layaknya pengalaman mistis seorang penyair sufi sesungguhnya. Puncak pengalaman itu kemudian ia rumuskan sebagai “kubah hijau” yang secara implisit menyaran pada suatu tempat yang teduh, sejuk, tenang, dan penuh kenyamanan. Kemudian, dalam upaya menangkap makna terdalam sajak ini. Prosedur pemaknaan yang penulis lakukan sangatlah sederhana: melakukan pembacaan bait per bait secara intensif, menafsirkan simbol-simbol yang ada, dan mengungkapkan kesan selintas sejauh yang dapat penulis pahami. Bahkan, penafsiran itu sendiri lebih bersifat holistik sehingga yang muncul ke permukaan hanyalah makna keseluruhannya. Akhirnya, penulis berharap agar ada pihak lain yang kelak akan melakukan penelitian dengan lingkup yang lebih luas dan dengan telaah yang lebih komprehensif mengenai sajak-sajak penyair Jamal T. Suryanata yang cukup popular di kalangan sastrawan dan pemerhati sastra di tanah air, lebih-lebih dalam skala lokal di Kalimantan Selatan.References
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hadi W.M., Abdul. 1992. “Kembali ke Akar Tradisi: Sastra Transendental dan Kecenderungan Sufistik Kepengarangan di Indonesia.” Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 3.
-------. 1999. Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan Sufistik. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf. Jakarta: Penerbit Amzah.
Rampan, Korrie Layun. 2000. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Shah, Idries. 1999. Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma’rifat. Terj. Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha. Surabaya: Risalah Gusti.
Suryanata, Jamal T. 2009. Debur Ombak Guruh Gelombang. Banjarmasin: Tahura Media.
-------. 2010. Tragika Sang Pecinta: Gayutan Sufistik Sajak-sajak Ajamuddin Tifani. Yogyakarta: Akar Indonesia.
Hadi W.M., Abdul. 1992. “Kembali ke Akar Tradisi: Sastra Transendental dan Kecenderungan Sufistik Kepengarangan di Indonesia.” Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 3.
-------. 1999. Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan Sufistik. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf. Jakarta: Penerbit Amzah.
Rampan, Korrie Layun. 2000. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Shah, Idries. 1999. Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma’rifat. Terj. Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha. Surabaya: Risalah Gusti.
Suryanata, Jamal T. 2009. Debur Ombak Guruh Gelombang. Banjarmasin: Tahura Media.
-------. 2010. Tragika Sang Pecinta: Gayutan Sufistik Sajak-sajak Ajamuddin Tifani. Yogyakarta: Akar Indonesia.